Pengertian Peioda 1959-1966 Dikenal Sebagai Periode “Golden Age” Indonesia

Selamat Datang Sobat Dimensiku!

Halo Sobat Dimensiku, pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang periode penting dalam sejarah Indonesia yang dikenal sebagai periode “Golden Age” atau masa keemasan. Periode ini berlangsung antara tahun 1959 dan 1966 dan dianggap sebagai masa keemasan dalam sejarah Indonesia. Berbagai peristiwa terjadi selama periode tersebut, baik keberhasilan maupun kegagalan, yang berpengaruh pada perkembangan Indonesia di masa depan. Mari kita simak penjelasan secara detail mengenai periode 1959-1966.

Pendahuluan

Periode 1959-1966 merupakan periode penting dalam sejarah Indonesia. Periode ini dianggap sebagai masa keemasan bagi Indonesia karena dikenal dengan banyak keberhasilan dalam berbagai bidang. Pada periode ini, Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika yang dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara Asia dan Afrika, serta berhasil mendapatkan status sebagai anggota Dewan Keamanan PBB. Selain itu, Indonesia juga berhasil meraih kemerdekaan Papua dari Belanda dan mengadakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Akan tetapi, periode ini juga diwarnai dengan berbagai peristiwa yang menimbulkan dampak negatif, seperti terjadinya konflik antar suku, gerakan separatis di beberapa daerah, dan kerusuhan yang terjadi di berbagai kota besar di Indonesia.

Paragraf 1: Konferensi Asia Afrika

Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan pada tahun 1955 di Bandung, menjadi awal bagi Indonesia dalam memperkuat posisinya di kawasan Asia dan Afrika. Konferensi ini dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara Asia dan Afrika, yang membahas tentang penghapusan kolonialisme dan imperialisme, serta mengatasi ketidakadilan dan ketimpangan dalam hubungan internasional. Indonesia sebagai tuan rumah, berhasil mendapatkan perhatian dunia internasional dan memperkuat posisinya sebagai negara yang peduli terhadap isu-isu global. Konferensi ini menandai Indonesia sebagai negara yang berperan aktif dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

Paragraf 2: Anggota Dewan Keamanan PBB

Pada tahun 1957, Indonesia berhasil mendapatkan status sebagai anggota Dewan Keamanan PBB, yang membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang diakui oleh dunia internasional. Keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan memberikan peluang bagi Indonesia untuk berperan aktif dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia, serta memperkuat posisinya sebagai negara yang mandiri dan berdaulat. Dalam rangka memperkuat peranannya di dunia internasional, Indonesia juga menjadi anggota Gerakan Non-Blok yang didirikan pada tahun 1961.

Paragraf 3: Pemilihan Umum Pertama

Pada tahun 1955, Indonesia mengadakan pemilihan umum pertama setelah merdeka. Pemilihan umum tersebut diikuti oleh sekitar 25 juta rakyat Indonesia, yang menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang. Pemilihan umum tersebut juga menjadi awal bagi Indonesia dalam membangun sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.

Paragraf 4: Merdeka Papua

Pada tahun 1962, Indonesia berhasil merdeka Papua dari Belanda setelah adanya perjanjian New York. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang mampu mempertahankan kemerdekaannya dan memperkuat keberadaannya di dunia internasional.

Paragraf 5: Konflik Antarsuku

Selama periode 1959-1966, Indonesia juga mengalami berbagai konflik antarsuku yang menimbulkan ketidakamanan dan ketidakstabilan dalam masyarakat. Konflik antarsuku terjadi di berbagai daerah seperti Maluku, Sulawesi, dan Bali. Konflik ini terjadi karena perbedaan agama, adat, dan politik yang memperumit situasi dan menimbulkan kekerasan yang merugikan masyarakat.

Paragraf 6: Gerakan Separatis

Selain konflik antarsuku, pada periode tersebut juga terjadi gerakan separatis di beberapa daerah seperti Aceh dan Papua. Gerakan separatis ini timbul akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, yang dianggap tidak memperhatikan kepentingan daerah tersebut secara optimal.

Paragraf 7: Kerusuhan di Berbagai Kota Besar

Periode 1959-1966 juga diwarnai dengan kerusuhan yang terjadi di berbagai kota besar di Indonesia. Kerusuhan ini terjadi akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil dan merugikan. Kerusuhan ini menimbulkan kerugian materiil dan meningkatkan tingkat ketidakamanan masyarakat.

Kelebihan dan Kekurangan Periode 1959-1966 Dikenal Sebagai Periode

Paragraf 1: Keberhasilan dalam Berbagai Bidang

Periode 1959-1966 dianggap sebagai masa keemasan dalam sejarah Indonesia karena dikenal dengan banyak keberhasilan dalam berbagai bidang. Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika yang dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara Asia dan Afrika, serta berhasil mendapatkan status sebagai anggota Dewan Keamanan PBB. Selain itu, Indonesia juga berhasil meraih kemerdekaan Papua dari Belanda dan mengadakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kehadiran presiden Soekarno di masa itu berhasil mencetuskan semangat nasionalisme dan persatuan bagi rakyat Indonesia.

Paragraf 2: Dikitanya Infrastruktur

Akan tetapi, periode 1959-1966 juga diwarnai dengan kekurangan terutama dalam hal infrastruktur dan pengembangan ekonomi. Pemerintahan Soekarno lebih berfokus pada propaganda dan memperkuat citra kebangsaan, daripada membangun infrastruktur atau memajukan ekonomi. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan antara pembangunan nasional dan pembangunan daerah sehingga masih banyak daerah yang tertinggal dalam pembangunan.

Paragraf 3: Tidak Adanya Penghargaan Terhadap HAM

Kekurangan lain yang terjadi pada masa tersebut adalah tidak adanya penghargaan terhadap hak asasi manusia. Pemerintah cenderung mengekang kebebasan pers dan mengabaikan kebebasan sipil. Hal ini terbukti dari tindakan pemerintah yang menutup beberapa media massa, menahan aktivis yang dianggap membahayakan stabilitas keamanan dan mengambil tindakan represif terhadap pengkritik pemerintah.

Paragraf 4: Terjadinya Kebijakan “Ganyang Malaysia”

Pada periode 1963-1966, Indonesia melakukan kebijakan “Ganyang Malaysia” yaitu tindakan militer berupa infiltrasi dan gerakan sabotase terhadap Malaysia. Kebijakan ini menimbulkan konflik antara Indonesia dan Malaysia dan memperburuk hubungan kedua negara. Aksi tersebut menyulut konflik di perbatasan yang menimbulkan berbagai kerugian bagi kedua belah pihak.

Paragraf 5: Pengembangan Seni dan Kebudayaan

Salah satu kelebihan periode 1959-1966 adalah pengembangan seni dan kebudayaan yang semakin berkembang. Pada masa itu banyak seniman dan budayawan yang menunjukkan kreatifitasnya dalam menciptakan karya-karya seni yang mendapat apresiasi positif dari masyarakat dan dunia internasional. Hal ini menjadi alat propaganda pemerintah dalam memperkuat citra kebangsaan dan meraih posisi di kancah internasional.

Paragraf 6: Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Periode 1959-1966 juga dianggap sebagai masa keemasan karena pemerintah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah melakukan program-program pembangunan seperti pembangunan rumah susun, pendidikan gratis, dan pemberian bantuan sosial kepada rakyat miskin. Kebijakan tersebut mampu membantu rakyat untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Paragraf 7: Terciptanya Identitas Nasional

Periode 1959-1966 juga menjadi periode penting dalam pembentukan identitas nasional. Negara Indonesia yang beragam budaya, suku, dan agama, berhasil menciptakan satu identitas nasional yang terdiri dari Pancasila sebagai ideologi bangsa, Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, dan Bendera Merah Putih sebagai lambang kebangsaan. Identitas nasional ini membawa semangat persatuan dan kesatuan dalam membangun Indonesia sebagai negara yang mandiri dan merdeka.

Tabel Periode 1959-1966 Dikenal Sebagai Periode “Golden Age” Indonesia

No. Peristiwa Tanggal Dampak
1 Konferensi Asia Afrika 18-24 April 1955 Menguatkan posisi Indonesia di dunia internasional
2 Anggota Dewan Keamanan PBB 1957 Memiliki hak suara dalam menjaga perdamaian dunia
3 Pemilihan Umum Pertama 29 September 1955 Mewujudkan demokrasi di Indonesia
4 Merdeka Papua 1 Mei 1963 Menguatkan kedaulatan dan keberadaan Indonesia sebagai negara merdeka
5 Konflik Antarsuku 1959-1966 Menimbulkan ketidakamanan dan ketidakstabilan dalam masyarakat
6 Gerakan Separatis 1959-1966 Mengancam keutuhan dan keberadaan Indonesia sebagai negara kesatuan
7 Kerusuhan di Berbagai Kota Besar 1959-1966 Menimbulkan kerugian materiil dan meningkatkan tingkat ketidakamanan masyarakat

Frequently Asked Questions (FAQ)

Q: Apa yang dimaksud dengan periode “Golden Age” Indonesia?

A: Periode “Golden Age” Indonesia adalah periode antara tahun 1959 dan 1966 yang dianggap sebagai masa keemasan dalam sejarah Indonesia karena dikenal dengan banyak keberhasilan dalam berbagai bidang.

Q: Apa yang menjadi keberhasilan Indonesia pada periode 1959-1966?

A: Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika, menjadi anggota Dewan Keamanan PBB, merdeka Papua dari Belanda, dan mengadakan pemilihan umum pertama di Indonesia.

Q: Mengapa periode 1959-1966 dikenal dengan banyak konflik?

A: Periode tersebut diwarnai dengan berbagai konflik antarsuku, gerakan separatis, dan kerusuhan yang terjadi di berbagai kota besar di Indonesia. Konflik ini terjadi akibat perbedaan agama, adat, dan politik yang memperumit situasi dan menimbulkan kekerasan yang merugikan masyarakat.

Q: Apakah periode 1959-1966 hanya menghasilkan keberhasilan?

A: Tidak. Meskipun dianggap sebagai masa keemasan, periode tersebut juga diwarnai dengan kekurangan terutama dalam hal infrastruktur dan pengembangan ekonomi. Selain itu, tidak adanya penghargaan terhadap hak asasi manusia juga menjadi kekurangan yang terjadi pada masa itu.

Q: Apa yang dapat dipelajari dari periode 1959-1966?

A: Periode 1959-1966 dapat mengajarkan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam membangun Indonesia sebagai negara mandiri dan merdeka. Selain itu, periode tersebut juga mengajarkan tentang pentingnya pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Q: Apa saja yang menjadi identitas nasional Indonesia pada masa 1959-1966?

A: Identitas nasional pada masa itu terdiri dari Pancasila sebagai ideologi bangsa, Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, dan Bendera Merah Putih sebagai lambang kebangsaan.

Q: Apa dampak dari kebijakan “Ganyang Malaysia”?