6 Tips Cara Beli Saham IPO 2021

Cara Beli Saham IPO | Initial Public Offering (IPO) atau saham IPO adalah menjual sebagian kepemilikan saham kepada publik melalui pasar modal. Bagi perusahaan, IPO merupakan salah satu cara untuk meningkatkan level perusahaan, karena sebagian kepemilikannya sudah berada ditangan banyak orang dan untuk menjadi perusahaan publik, perusahaan harus lebih transparan (menerbitkan laporan keuangan melalui surat kabar, diawasi oleh Bapepam), lebih kompetitif terhadap perusahaan sejenis dan lebih memiliki tanggung jawab. Membeli saham perusahaan publik merupakan cara termudah untuk bisa memiliki perusahaan.

Pada saat IPO saham belum diperdagangkan dilantai bursa sehingga untuk membeli saham IPO tersebut Anda harus datang ke tempat penjualan saham melalui underwriter (penjamin emisi) atau agen penjualan saham yang ditunjuk. Dalam pasar perdana ini, baik investor ritel maupun institusi dapat memperoleh saham emiten setelah melalui tahap pemesanan atau penjatahan.

Jika kinerja perusahaan tersebut bagus, Anda juga akan menikmati hasilnya (dividen dan capital gain). Apakah setiap saham yang ditawarkan oleh perusahaan saat IPO layak untuk dibeli ? Tentu saja tidak. Ada indikator-indikator bagi Anda ketika hendak membeli saham dari perusahaan yang go public agar tidak tertipu atau salah beli saham IPO.

Indikator Ketika Membeli Saham IPO

Cara Beli Saham IPO

Berikut ini adalah indikator-indikator yang harus diperhatikan oleh Anda tentang cara beli saham IPO :

1. Jumlah Saham Yang Akan Dilepas

Berapa besar jumlah saham yang akan dilepas ke publik. Semakin besar jumlah saham yang dilepas, maka akan semakin bagus (umumnya adalah 30%). Jika yang dijual ke publik lebih besar dari 30%, maka akan semakin banyak masyarakat yang berpeluang memiliki saham perusahaan itu dan secara teori transaksi saham tersebut akan lebih likuid pada pasar sekunder.

2. Pengalokasian Saham IPO

Seberapa besar investasi saham saham tersebut dialokasikan untuk investor asing dan seberapa besar pula untuk investor lokal. Demikian juga pengalokasian untuk investor institusi dan juga investor ritel. Pengalokasian kepada kedua jenis investor tersebut harus seimbang.

3. Harga Saham

Sebelum saham tersebut dijual, perusahaan tersebut akan dievaluasi terlebih dahulu oleh lembaga independen untuk menghitung berapa harga wajar dari sahamnya. Perhitungan tersebut selain berdasarkan atas kinerja dan prospek perusahaan bersangkutan, juga akan dibandingkan dengan perusahaan kompetitor di sektor yang sama. Barulah muncul kisaran harga, misalnya dua kali nilai buku dan seterusnya.

4. Potensi Kenaikan Atau Penurunan Harga

Siapapun yang membeli saham pada saat IPO pasti mengharapkan adanya capital gain dari saham tersebut, selain dividen, jika saham yang dibeli dipegang dalam waktu yang cukup lama. Potensi capital gain tersebut dapat dideteksi dari besarnya permintaan saham tersebut pada saat dilakukan penawaran perdana kepada publik (IPO).

Inilah biasa yang dimaksud dengan over subscribe atau under subscribe, yang berarti permintaan berada diatas (melebihi) atau dibawah (kurang) dari penawaran. Semakin besar jumlah permintaan terhadap jumlah saham yang ditawarkan, maka semakin besar pula potensi adanya up side atau kenaikan harga ketika saham tersebut mulai diperdagangkan dipasar sekunder.

5. Timing

Kapan saham tersebut diperdagangkan, pada saat pasar sedang dalam posisi penuh sentimen positif atau negatif. Sebab kondisi pasar saat saham tersebut diperdagangkan akan mempengaruhi perilaku investor dalam bertransaksi. Saham yang bagus ketika diperdagangkan saat kondisi pasar tengah menurun (bearish) bisa saja akan turut mengalami penurunan harga. Demikian pula sebaliknya.

6. Price Earning Ratio (PER)

Indikator lainnya seperti Price Earning Ratio (PER) untuk melihat apakah harganya mahal, murah atau wajar. Jika PER-nya lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya, maka Anda perlu berpikir dua kali sebelum membeli saham tersebut. Begitu juga dengan PBV (Price to Book Value), harus diamati apakah diatas pesaing, dibawah atau rata-rata.

Berikutnya berdasarkan harga saham yang dipatok dan target presentase jumlah saham yang dilepas, maka akan bisa dihitung berapa kapitalisasi pasar dari saham tersebut. Semakin besar kapitalisasinya akan semakin baik, karena kapitalisasi pasar yang besar akan mencerminkan kapasitas untuk terjadinya volume transaksi yang besar pula sehingga sahamnya akan lebih likuid atau mudah diperjualbelikan di pasar sekunder.

Kesimpulan

Tidak ada yang menjamin bahwa dengan membeli atau ber investasi saham IPO pasti akan menuai capital gain. Bahkan, Anda harus berhati-hati saat membeli saham IPO, karena banyak diantaranya selain tidak prospektif, tetapi juga hanya sebagai ajang pencarian dana bagi pemilik perusahaan, tanpa peduli harga sahamnya akan meningkat atau anjlok saat mulai diperdagangkan.

Membeli saham IPO sama artinya dengan ikut serta memiliki perusahaan tersebut. Dengan demikian, jika Anda ingin memiliki perusahaan, sudah tentu harus memilih perusahaan yang kinerjanya bagus (analisis fundamental), yang dapat bertumbuh terus dan memberikan keuntungan.

Yang patut Anda perhatikan juga adalah untuk apa dana hasil IPO itu akan digunakan oleh emiten. Peruntukan dana hasil IPO biasanya sudah dijabarkan oleh emiten didalam prospektusnya. Akan tetapi, benarkah peruntukan dana tersebut akan digunakan sebagaimana diperjanjikan dalam prospektus, tentunya harus di review lagi. Berapa persen dana yang dipergunakan untuk ekspansi usaha dan berapa persen untuk membayar utang. Semakin besar porsi untuk ekspansi usaha, itu akan semakin bagus.

Selamat Memburu Saham IPO…!I